Menjaga amalan dengan mengerjakan secara kontinu itu lebih baik walau sedikit. Itulah amalan yang dicintai oleh Allah dibanding dengan amalan yang langsung dilakukan sekaligus banyak, namun hanya sesaat. Shalat dhuha dan shalat malam adalah di antara amalan yang sebaiknya terus kita jaga.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Barang siapa yang memiliki kebiasaan pada amalan tertentu yang disyari’atkan seperti shalat Dhuha, shalat malam, atau selainnya, hendaklah ia terus menjaganya dalam setiap keadaan. Janganlah ia meninggalkan kebiasaan yang disyari’atkan tersebut karena ia berada di tengah-tengah orang banyak. Karena Allah yang mengetahui keadaan hatinya bahwa ia melakukannya karena Allah secara tersembunyi tadi dan Allah tahu bagaimana ia berusaha ingin selamat dari riya’ dan ingin menjauhi segala hal yang dapat merusak keikhlasannya. Oleh karenanya Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,
تَرْكُ الْعَمَلِ لِأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ وَالْعَمَلُ لِأَجْلِ النَّاسِ شِرْكٌ
“Meninggalkan amalan karena manusia termasuk riya’. Melakukan amalan karena manusia termasuk syirik.” (Majmu’ Al Fatawa, 23: 174)
***
Beberapa faedah dari ucapan Ibnu Taimiyah di atas:
1. Tugas kita adalah berusaha keras menjaga amalan yang itu disyari’atkan untuk dirutinkan. Karena dalam hadits ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. (HR. Muslim no. 783).
2. Shalat Dhuha dan shalat malam (shalat tahajud) termasuk amalan yang bisa dirutinkan setiap harinya.
3. Amalan yang telah rutin dilakukan janganlah ditinggalkan walau berada di hadapan orang banyak.
4. Melakukan amalan karena manusia, ingin dapat pujian misalnya, termasuk riya’. Begitu pula meninggalkan amalan karena khawatir manusia, seperti takut dipuji, itu pun termasuk riya’.
5. Terus menjaga amalan harus pula memperhatikan keikhlasan dan berusaha menghindarkan diri dari cari pujian atau riya’.
6. Terdapat isyarat dari Ibnu Taimiyah bahwa ada amalan yang disyari’atkan untuk dirutinkan dan ada yang tidak demikian. Jadi tidak semua amalan mesti dirutinkan setiap saat, ini semua kembali merujuk pada dalil.
Semoga faedah yang ditorehkan di pagi ini bermanfaat. Moga kita termasuk hamba-hamba Allah yang bisa terus istiqomah dalam ibadah dan amalan.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Secara lebih lengkap mengenai amalan kontinu, silakan baca di rumaysho.com di sini.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 20 Rajab 1433 H